Beberapa
hari lalu, sore hari di kosan, akhir bulan Juli 2017, saya mendapat kabar bahwa
salah seorang adik saya, diterima kuliah di salah satu PTN di Jakarta, sebut
saja Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, jurusan
Bimbingan Penyuluhan Islam.
Saya
memang tidak terlalu dekat dengan adik ini, anaknya pemalu, bicara seperlunya
saja, melihat dia tertawa terbahak rasanya jarang, senyum saja sudah syukur,
hehe.. namun saya cukup mengenalnya, karena ia adalah adik kandung dari sahabat
karib saya yang sekarang sudah menikah dan hidup bahagia bersama anak dan
suaminya. *loh
Singkat
cerita, malam harinya, seperti biasa saya dan teman-teman pengurus Program
Kakak Asuh mengadakan rapat bulanan internal, malam itu agak berbeda, karena
dibanding bulan-bulan sebelumnya yang hanya membahas cash flow bulanan dan
perekapan donasi kakak asuh, malam itu kami membahas 11 poin ‘keresahan’. PKA
sudah berjalan 1 tahun (terhitung aktif mulai Agustus 2016), PKA sudah berjalan
12 bulan, dengan adik asuh totalnya 39 orang, apa saja yang sudah kami lakukan
selama ini?
Sebelumnya,
di tahun 2009, Rumah Iqro sudah mengadakan program serupa, Pro OTA namanya,
Program Orang Tua Asuh, maka PKA, bukan benar-benar baru, hanya re-make program
yang sudah pernah ada saja. Dari Pro OTA, menghasilkan kerjasama dengan Laz
BSM, yaitu berupa pemberian Beadidik untuk tingkat SMP-SMA, saya juga menjadi
salah satu penerimanya saat itu. Namun ketika sudah lulus SMA, maka sudah
selesai, tidak ada lagi beadidik.
Kerjasama
dengan Laz BSM berjalan hingga 2015, dan terhenti di tahun 2016 karena ada
pergantian pengurus di internal BSM. Dimana saat itu, adik-adik asuh penerima
manfaat beadidik Laz BSM sudah banyak, tetapi sumber pemasukannya terhenti,
ditambah lagi kami berpikir bagaimana caranya agar kami juga bisa ‘membiayai’
adik-adik kami yang telah lulus SMA/K dan bersemangat ingin melanjutkan ke
perguruan tinggi.
Dulu
kami penerima, ingin rasanya sekarang jadi penggerak seperti kakak-kakak kami
dahulu, maka kami menghidupkan kembali Program Kakak Asuh (2016), dengan
tagline-nya Sarjana di Setiap Keluarga!, yang harapannya bukan hanya sekedar
tagline, tapi juga menjadi landasan kami bergerak.
Kembali
ke rapat internal kami yang 11 poin itu, pada poin ke-9, saya membuka suara,
“Cika masuk UIN. Mau gimana?” Cika, nama adik saya ini, Siska Afrida nama
lengkapnya. Sebelum PKA ada, semasa Cika SMA, Cika adalah penerima beadidik
dari Laz BSM, sama seperti saya sewaktu SMA. Namun beasiswa Laz BSM hanya
sampai tingkat SMA, maka setelah Cika lulus, tidak ada lagi beadidik yang
diberikan.
Cika
lulus tahun 2016, tidak seperti teman-teman lain yang langsung mencari kampus
untuk berkuliah. Cika memutuskan untuk bekerja dahulu, niatnya satu ;
mengumpulkan biaya untuk kuliah. Belakangan saya ketahui, bahwa ia bekerja
sebagai penjaga loker di salah satu tempat renang di bilangan Depok. Kami
menghargai keputusannya, disamping kami juga fokus mencari pendanaan untuk
adik-adik kami yang lain, yang bersemangat untuk langsung melanjutkan kuliah di
tahun 2016.
Cika
lulus ujian seleksi mandiri UIN, disaat yang kami tahu, ia sudah bekerja,
rasanya gagal sebagai kakak, gak membantu sama sekali proses belajar persiapan
ujiannya! Maka saya langsung kirim chat ke Cika malam itu juga, memastikan.
Terutama masalah pembiayaan, karena hasil rapat malam itu bulat, insyaAllah
kami akan membantu pembiayaan kuliahnya Cika, meski belum tau bentuknya seperti
apa, belum terlihat juga pemasukannya berasal dari mana, tapi mendengar kabar
ia diterima UIN dan semangat untuk kuliah saja sudah cukup membuat kami
semangat mencarikan dana-dana yang diperlukan.
“Terus, Cik, kerjanya gimana? Berarti berhenti
kerja?”, tanya saya.
“iya aku berhenti kerja, tapi masih takut buat ngomong sama boss.”, jawabnya singkat, padat, dan jelas. “tapi aku dari jauh-jauh hari udah cari pengganti, temen aku yang belum kerja.” Wah. Saya tambah kagum aja rasanya, jadi malah ia membuka pintu rezeki buat orang lain.
“iya aku berhenti kerja, tapi masih takut buat ngomong sama boss.”, jawabnya singkat, padat, dan jelas. “tapi aku dari jauh-jauh hari udah cari pengganti, temen aku yang belum kerja.” Wah. Saya tambah kagum aja rasanya, jadi malah ia membuka pintu rezeki buat orang lain.
Cika!
Semangat kuliahnya ya! Aku seneng kalau ada adik yang semangat lanjut kuliah.
Tenang aja, kakak-kakaknya Cika banyak, jangan takut sendirian.
Lalu
saya tiba-tiba jadi teringat percakapan sebuah drama korea yang baru-baru ini
saya tonton, Bride of The Water God, gini bunyinya : “memangnya untuk apa kamu
butuh uang banyak?”, Tanya Habaek. “Aku ingin punya uang banyak agar bahagia.”,
jawab Soo Ah singkat. “Haha, manusia kadang lucu. Itu artinya, yang kamu
butuhkan itu kebahagiaan, bukan uang.” Wah! Daebak. Langsung jadi salah satu
percakapan di drakor yang saya ingat terus gitu.
Saya
jadi sepemikiran sama Habaek untuk masalah ini, lalu kemudian saya berpikir, “Memangnya
benar kalau sudah punya uang akan bahagia? Manusia kan sifat dasarnya gak
pernah puas.” Ternyata bisa loh. Punya uang dan bahagia. Dengan apa? Dengan
cara dibagi. Menjadi bahagia dengan cara membahagiakan orang lain. Berbagi,
kunci kebahagiaan yang hakiki.
Maka
lewat curhatan panjang ini, saya mengajak teman-teman untuk ikut bergerak,
membersamai kami, mendonasikan sebagian hartanya, berperan sebagai kakak asuh.
Bagi teman-teman yang berminat dan ingin bertanya seputar PKA, dapat
menghubungi admin Rumah Iqro di nomer 0896-2543-3403 atau boleh menghubungi
saya.
Sesuatu
itu, mungkin kecil bagi kita, namun ditangan orang yang membutuhkan, nilainya
akan sangat berbeda. Terimakasih telah sabar dan menyempatkan diri membaca
tulisan saya. :)
0 komentar:
Posting Komentar