Ketika saya sedang
berjalan dari kost menuju kampus, tak sengaja bertemu dengan seorang Ibu, yang
kemudian saya ketahui bernama Ibu Rina. Sembari menggendong anaknya yang
berusia 2 tahun, bu Rina berusaha menjual kerudung-kerudung bergo bekas
miliknya, lima ribu rupiah perpotongnya. Keringatnya bercucuran, padahal saat
itu belum siang, jam tangan saya belum genap menunjuk angka 10. Saya sempat
hampir saja menghiraukan dagangannya, karena terburu-buru, takut tertinggal
kelas yang dimulai pukul 10 dan sama sekali ga boleh telat.
Maha Baik Allah, atau
mungkin memang sudah ditakdirkan, sang Ibu lantas bercerita tentang alasan
mengapa ia berjualan kerudung-kerudung miliknya. Sembari mengeluarkan surat
tagihan pembayaran sekolah anaknya, yang jumlahnya memang tidak sedikit. ia
berkata : “Untuk bayaran sekolah anak saya, Neng. Senin dia ujian, tapi
khawatir gak boleh ikut karena belum bayaran.” Alasan yang membuat
saya sejenak mendengarkan ceritanya dan menjadi terdiam, tiba-tiba saya
teringat akan ibu saya.
Dengan perantara surat
tagihan itu, ia bercerita ringkas tentang kehidupannya, dimana lokasi tempat
tinggalnya, dimana sekolah anaknya, dan hal mendasar lainnya. “Ibu,
saya balik ke kost-an sebentar, ibu tunggu sini ya.”
Saya izin pamit sebentar kembali ke kost-an, mengambil sejumlah uang, karena memang tidak membawa uang lebih dari sepuluh ribu rupiah di dompet saat itu (sebenarnya untuk meredam keinginan jajan-jajan yang gak perlu, maklum anak kosan hehe), tetapi belum cukup untuk meng-cover semua tagihan sekolah anaknya itu.
Saya izin pamit sebentar kembali ke kost-an, mengambil sejumlah uang, karena memang tidak membawa uang lebih dari sepuluh ribu rupiah di dompet saat itu (sebenarnya untuk meredam keinginan jajan-jajan yang gak perlu, maklum anak kosan hehe), tetapi belum cukup untuk meng-cover semua tagihan sekolah anaknya itu.
Saya meminta kontak sang
Ibu, untuk ‘kemungkinan-kemungkinan baik’ ke depannya. Namun
ia berkata bahwa tak hapal nomer telepon anaknya, maka saya memberikan kontak
saya, agar dihubungi setibanya ia dirumah.
“Ibu, saya ada
kelas jam 10, jadi mau langsung ke kampus, Ibu juga langsung pulang ke rumah
ya. Gak usah keliling-keliling lagi.”
“Iya. Terimakasih banyak
ya Neng… Ya Allah bersyukur banget ketemu Eneng. Yang pinter ya sekolahnya,
iya, saya langsung pulang, nanti anak saya hubungin Eneng ya.”
Selalu terharu kalau
didoain kayak gitu, emang baper parah ini anaknya. Dan entah, nama saya
tiba-tiba berubah jadi Eneng, padahal saya udah memperkenalkan diri, hehe.
Sekitar habis Zuhur
selesai kelas, ada telepon masuk, ternyata dari sang Ibu. Lagi-lagi berterima
kasih tanpa henti.
Hari ini, Sabtu, 24 September 2015
Saya dan beberapa teman
dari Yayasan Rumah
Iqro Insani, datang bersilaturahim ke rumah beliau,
melanjutkan ‘kemungkinan-kemungkinan baik’ yang saya kemukakan
di awal. Di sebuah kontrakan petak, ibu Rina, Pak Agus, dan lima orang
anaknya tinggal. Sehari-hari bapak bekerja sebagai ojek pangkalan dengan status
kendaraan milik temannya, jadi bagi hasil. Sementara sang Ibu merupakan ibu
rumah tangga yang mengurus 5 orang anak, Ibu juga bekerja, namun tidak tetap,
hanya jika ada tetangga yang memerlukan bantuan tenaganya saja, untuk mencuci,
menyetrika pakaian, dan lain-lain.
Selesai
bersilaturahim dari kediaman Ibu Rina, saya dan teman-teman menuju sekolah sang
anak, di bilangan Srengseng Sawah untuk menemuinya. Tiba-tiba hujan turun
dengan derasnya.
Kami
bertanya beberapa hal mendasar pada Hilmi, nama sang Anak, apa kebutuhan untuk
pendidikannya? bagaimana biasanya ia berangkat sekolah? pembayaran untuk
ujian-ujian yang sebelumnya bagaimana? juga mencicil tagihan-tagihan pembayaran
sebagian, belum semua.
----Social Project
Bidikmisi dan Program Kakak Asuh Rumah Iqro----
Pada salah satu Seminar Bidikmisi
untuk angkatan 2013, diputar video tentang Pak Budi Soehardi, CNN Hero of the
Year 2009, Captain Pilot Singapore Airlines, yang mendedikasikan harta bahkan
hidupnya untuk banyak anak asuhnya di Panti Roslin, NTT. Juga pembicara pada
Seminar Bidikmisi di semester selanjutnya dengan program "Sedekah
Air". Menjadi bahagia dengan cara membahagiakan orang lain.
Maka
kami, para penerima manfaat beasiswa diarahkan untuk melakukan hal serupa,
melalukan sebuah proyek sosial di jangka waktu Juli sampai September 2016.
Alih-alih mengerjakan ‘tugas’, saya berfikir untuk membuat social
project yang berkelanjutan, tidak terbatas pada periode Juli sampai
September saja.
Maka
saya, dan beberapa teman dari Yayasan Rumah Iqro Insani menggagas sebuah
program penyaluran beadidik dan pembinaan bagi pelajar dan mahasiswa yang
memiliki keterbatasan dalam hal finansial namun memiliki semangat yang
tinggi dalam pendidikan. Program yang diharapkan dapat membantu meringankan
beban keluarga dengan membantu dalam hal pembiayaan biaya sekolah atau kuliah
agar semakin banyak generasi muda yang dapat menikmati pendidikan tinggi hingga
sarjana atau sederajat, mampu keluar dari himpitan ekonomi
dengan adanya peningkatan tingkat pendidikan dalam keluarga dan
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga di masa depan. Berangkat
dari hal itu, maka pada Agustus 2016, diluncurkan sebuah program yayasan dengan
nama Program Kakak Asuh dengan jargonnya “Sarjana di tiap Keluarga.”.
Alhamdulillah,
sudah ada sekitar 23 adik asuh yang terdaftar saat ini, dengan Hilmi, anak
pertama Bu Rina, salah satunya penerimanya, insyaAllah.
Kita
memang tidak pernah tahu akan dipertemukan dengan siapa dan dalam kondisi yang
bagaimana. Namun, kita bisa mencipta kesan apa yang ingin dapatkan setelah kita
dipertemukan.
Hujan deras sore tadi, mungkin pertanda bagi kita untuk senantiasa bersyukur dengan hidup. Juga, katanya berbagi itu salah satu kunci kebahagiaan, maka lakukan saja. Just do it. Selama kamu yakin dengan tujuanmu, Allah pasti beri kemudahan.
Hujan deras sore tadi, mungkin pertanda bagi kita untuk senantiasa bersyukur dengan hidup. Juga, katanya berbagi itu salah satu kunci kebahagiaan, maka lakukan saja. Just do it. Selama kamu yakin dengan tujuanmu, Allah pasti beri kemudahan.
Bagi
teman-teman yang ingin berpartisipasi menjadi Kakak Asuh dalam Program Kakak
Asuh dan membantu Hilmi-Hilmi lainnya, dalam bentuk apapun, dapat menghubungi
saya di atikawidi11@gmail.com. Sesuatu itu, mungkin kecil bagi
kita, namun di tangan orang yang memerlukan, nilainya akan sangat berbeda.
Terimakasih
telah sabar dan menyempatkan diri membaca cerita panjang pada laman blog saya.
Atika Widiastuti
Teknik Lingkungan 2013
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar